Friday, September 24, 2010

LOMBA FOTOGRAFI; MENCERAHKAN ATAU MENYESATKAN?

Pertemuan Diskusi Ongkoss bulan ke-4, Selasa 28 September 2010.

Lomba foto sejatinya adalah adu gambar, membadingkan foto satu dengan yang lainnya. Karya tersebut akan terpilih bila mempunyai ragam rupa dan gagasan yang berbeda dengan pilihan entri yang terlalu banyak diterima.

Agar tidak bias, gelar lomba tersebut biasanya dibingkai oleh topik atau tema tertentu, untuk membatasi ruang gerak pesan yang disampaikan, bahkan lomba foto tersebut disesuaikan dengan “pesananan sponsor” penyelenggara lomba.

Lomba yang hadir di negeri ini didominasi dengan embel-embel sejumlah rupiah, bahkan beberapa penyelenggaraan lomba, dari tingkat pelajar, mahasiswa hingga umum nasional, panitia menyediakan jumlah uang yang sangat fantastis, dari belasan hingga puluhan juta! Tidak seperti lomba foto yang mengejar prestise (lihat Photography on the move-PR dan Salon Foto Indonesia) bentuk lomba seperti ini membuka peluang berharap meraih keuntungan finansial, bahkan bagi beberapa orang, lomba foto seperti ini dianggap sebagai sandaran hidup-sumber penghasilan finansial, yang disebut pemburu hadiah.

Apakah lomba foto kini telah kehilanga maknanya? Embel-embel “Rupiah” menjadi cita-cita, sehingga karya sejati harus lebur digerus kompromi tema tertentu? (baca: tema pesanan) Betulkah pembatasan tema dalam lomba turut pula memandulkan ruang geraka apresiasi imajinasi? ataukah sebaliknya? Mencerahkan atau proses pembodohan yang sistematik? Mari kita kupas bersama-sama, secara elegan di ruang diskusi bersama Omong Kosong Sore-Sore, pertemuan bulan ke-empat.

Hari/tanggal

Selasa, 28 September 2010

Waktu/tempat

Pkl. 16.00 – 17.00 WIB, tempat: KANTOR PUSAT POS INDONESIA, Jalan Cilaki 73 Bandung, Ruang rapat lantai 1 (dekat tangga pintu utama/penerima tamu)

Tentang Onkoss

Forum apresiasi fotografi yang lahir tanggal 7 Juni 2010 di Bandung. Ruang bersama ini digagas dianggap perlu untuk berdialog, sekaligus untuk mengupas persoalan-persoalan seputar fotografi untuk fotografi itu sendiri.

Untuk informasi dan konfirmasi:

081322393930, denisugandi@gmail.com

GRATIS!

1 comment:

  1. Senang bisa hadir di acara sore itu, setidaknya ingin meyakinkan diri bahwa apa yang saya lakukan selama ini tidak DILARANG. Tidak dipungkiri bahwa kalau diiming-imingi hadiah menarik ya mau saja. Tetapi kalau pun bukan hadiah dalam bentuk materi ya tetap mau, dapat dibayangkan dari sekian ratus foto yang diseleksi untuk masuk dalam jurnal sekelas National Geographic sebuah pencapaian yang bukan tanggung-tanggung.

    Saya pernah juga mendengar cerita ada seseorang yang tidak percaya diri dan cenderung malu, kalau ikut lomba foto. Takut kalah dan takut dilecehkan.

    Memang alternatif yang bisa diambil adalah yang diusulkan dalam diskusi, untuk bisa menyandingkan beberapa karya foto dengan tidak meniadakan karya orang lain adalah dengan penyelenggaraan festival. Disini tidak ada juara, silakan diapresiasi.

    Seperti juga pendapat peserta diskusi, bahwa lomba foto itu perlu ada untuk mengukur sebuah pencapaian hasil karya suatu periode. (Malam sebelumnya saya sempat perhatian majalah foto tahun 2002, era awal perpindahan/masuk ke digital).

    Dengan mengikuti lomba fotografi, berhadiah (kalaupun ada semisal Memory Card) atau tidak sangatlah bermanfaat, karena dengan memperhatikan foto-foto terbaik hasil lomba kita punya referensi bagaimana bisa membuat foto "serupa". Kalaupun dalam penilaian kita foto "terbaik" itu tidak disukai, maka kelak kita tidak akan membuat foto "serupa" pula.

    Sekedar catatan kecil dari diskusi tersebut.

    salam foto,
    Agus Wahyudi

    ReplyDelete